TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan sejumlah kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Indikator dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 ini salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi, yang dipatok sebesar 5,3 persen-5,6 persen.
Baca: Indonesia Terbitkan Surat Utang Samurai Bonds, Terbesar di Asia
"Dengan mempertimbangkan berbagai potensi, kesempatan dan risiko yang diperkiraan terjadi hingga tahun depan, pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020 adalah antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen-5,6 persen," ujar Menkeu Sri Mulyani saat menyampaikan Pidato Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2020 di Rapat Paripurna DPR RI, Senin 20 Mei 2019.
Sri Mulyani juga mengusulkan asumsi makro untuk inflasi sebesar 2 persen- 4 persen; lalu tingkat bunga SPN 3 bulan 5 persen-5,6 persen; kemudian nilai tukar Rp14.000-Rp15.000/US$; harga minyak mentah US$ 60-70/barel; lifting minyak bumi 695.000-840.000 barel per hari; dan lifting gas bumi 1,19 juta barel -1,3 juta barel setara minyak per hari.
Selain tujuh indikator tersebut, Sri juga menyampaikan bahwa target rasio pajak tahun 2020 mencapai 11,8 hingga 12,4 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), atau masih di rentang target APBN 2019 yang sebesar 12,2 persen. Target itu akan dicapai melalui upaya reformasi perpajakan dan mendorong daya sajng investasi dan ekspor melalui insentif fiskal.
Menurut Sri Mulyani, memasuki 2019 dinamika global berubah secara cepat dengan ekskalasi perang dagang dan kondisi persaingan geopolitik Amerika Serikat dan Cina yang meningkat tajam. Hal tersebut menimbulkan kenaikan rsiko pada pertumbuhan ekonomi global dan perlemahan perdagangan internasional.
Baca: Siap-siap, Sri Mulyani Beri Sinyal Iuran BPJS Kesehatan Naik
Namun, di tengah ketidakpastian tersebut, kinerja ekonomi Indonesia di awal 2019 dinilai masih positif. Arus modal mulai mengalir masuk kembali ke Indonesia, seiring dengan jeda kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
Stabilitas ekonomi Indonesia disertai momentum pertumbuhan yang positif, dikatakan Sri Mulyani dapat menjadi daya tarik arus modal ke dalam negeri. Meskipun demikian, dinamika Pemilu berpengaruh terhadap sikap wait and see investor.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS